Kamis, 06 Oktober 2011

CARA MEMAJUKAN KOPERASI DI INDONESIA


Penyebab Belum Maksimalnya Perkembangan Koperasi di Indonesia
Koperasi sebagai salah satu unit ekonomi yang didasarkan atas asas kekeluargaan telah mengalami perkembangan pesat. Eksistensi koperasi sejak zaman dahulu sampai sekarang banyak berperan dalam pembangunan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
Sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi telah membantu membangun ekonomi negara-negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan sekarang koperasi di negara-negara maju tidak hanya sebagai unit ekonomi kecil lagi, melainkan sudah berkembang menjadi unit ekonomi yang besar, strategis, dan punya daya saing dengan perusahaan-perusahaan skala besar.
Begitupun di Indonesia, koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang mempunyai peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang. Hanya saja, walaupun perkembangan koperasi di Indonesia terbilang lumayan pesat, tetapi tidak sepesat di negara-negara maju. Hal ini dikarenakan beberapa hal, yaitu :
1.      Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang-orang Indonesia, sehingga menjadi penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar, maju, dan punya daya saing dengan perusahaan-perusahaan besar.
2.      Perkembangan koperasi di Indonesia tidak dimulai dari bawah ke atas (bottom up), tetapi dari atas ke bawah (top down). Artinya koperatsi berkembang di Indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan negara lain yang koperasinya terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah harus bekerja dua kali, tidak hanya mendukung tetapi juga harus mensosialisasikannya dulu ke bawah, sehingga rakyat mengerti manfaat dan tujuan koperasi.
3.      Tingkat partisipasi anggota masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik barang konsumsi maupun pinjaman. Artinya, masyarakat belum paham esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari system permodalan maupun system kepemilikannya. Keadaan ini sangat rnatan akan penyelewengan dana oleh pengurus, karena tidak adanya partisipasi dan kontrol dari anggota terhadap pengurus koperasi.
4.      Manajemen koperasi yang belum profesional yang banyak terjadi di koperasi-koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Contohnya pada KUD (Koperasi Unit Desa), banyak KUD yang bangkrut karena manajemennya kurang proesional, baik dalam sistem kelola usaha, sumberdaya manusianya, maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat pengurusnya melakukan penyelewengan dana bantuaan dari pemerintah yang banyak mengucur. Karea hal itu, KUD banyak dinilai negatif oleh masyarakat.
5.      Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, dengan diberikannya bantuan pemerintah lewat kucuran dana tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuan yang tidak wajib dikembalikan, menjadikan ini bantuan yang tidak mendidik dan merugikan negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan system pengawasan yang baik, walaupun bentuk dananya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri, dan mampu bersaing.
Usaha-usaha Untuk Memajukan Koperasi di Indonesia
1. Merekrut  anggota yg berkompeten
Dalam prose awal perekrutan SDM (Sumber daya manusianya) koperasi harus memiliki standarisasi yaitu dengan cara membuat persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon anggota yang ingin bergabung dalam koperasi yang sedang dibangun dan seberapa yakin keinginan mereka untuk maju dengan koperasi. Karena didalam proses jalannya koperasi dibutuhkan usaha dan manajerial yang baik agar koperasi yang dibangun dapat going concert atau bertahan dalam usia yang panjang.

2. Meningkatkan daya jual koperasi dan melakukan sarana promosi
Koperasi harus bisa meningkatkan daya jual mungkin dengan cara meningkatkan kualitas barang yang dihasilkan dan juga membangun kepercayaan sesame anggota. Dan tidak hanya itu, koperasi pun memerlukan sarana promosi untuk mengekspose kegiatan usahanya agar dapat diketahui oleh masyarakat umum seperti badan usaha lainnya. Cara ini diharapkan dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya di koperasi.

3.   Merubah kebijakan pelembagaan koperasi
Dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat kebijakan pelembagaan koperasi dilakukan degan pola penitipan, yaitu dengan menitipkan koperasi pada dua kekuatan ekonomi lainnya. Oleh sebab itu saya akan merubah kebijakan tersebut agar koperasi dapat tumbuh secara normal layaknya sebuah organisasi ekonomi yang kreatif, mandiri, dan independen.

4.   Menerapkan sistem GCG
Koperasi perlu mencontoh implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola koperasi yang baik.
Perkembangan koperasi di Indonesia semakin lama semakin menunjukkan perkembangan menggembirakan. Sebagai salah satu pilar penopang perekonomian Indonesia, keberadaan koperasi sangat kuat dan mendapat tempat tersendiri di kalangan pengguna jasanya. Koperasi telah membuktikan bahwa dirinya mampu bertahan di tengah gempuran badai krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Keberadaan koperasi semakin diperkuat pula dengan dibentuknya Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang salah satu tugasnya adalah mengembangkan koperasi menjadi lebih berdaya guna. Koperasi sangat diharapkan menjadi soko guru perekonomian yang sejajar dengan perusahaan-perusahaan dalam mengembangkan perekonomian rakyat.
Analogi sederhana yang dikembangkan adalah jika koperasi lebih berdaya, maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.
Namun demikian, kenyataan membuktikan bahwa koperasi baru manis dikonsep tetapi sangat pahit perjuangannya di lapangan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum namun tidak eksis sama sekali. Hal ini sangat disayangkan karena penggerakan potensi perekonomian pada level terbawah berawal dan diayomi melalui koperasi. Oleh karena itu, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.
Koperasi perlu mencontoh implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola koperasi yang baik.
Konsep GCG sektor koperasi perlu dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjawab tantangan pengelolaan koperasi yang semakin kompleks. Implementasi GCG perlu diarahkan untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya yaitu mensejahterakan anggotanya.
Dalam mengimplementasikan GCG, koperasi Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai dalam implementasi GCG. Pertama, koperasi perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk mensejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi,misi dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel.

5.   Memperbaiki koperasi secara menyeluruh
Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif. Blue print koperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Selain itu diperlukan upaya serius untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan GCG koperasi dalam format gerakan nasional berkoperasi secara berkesinambungan kepada warga masyarakat, baik melalui media pendidikan, media massa, maupun media yang lainnya yang diharapkan akan semakin memajukan perkoperasian Indonesia.

6.   Membenahi kondisi internal koperasi
Praktik-praktik operasional yang tidak tidak efisien, mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan koperasi. Penyimpangan-penyimpangan yang rawan dilakukan adalah pemanfaatan kepentingan koperasi untuk kepentingan pribadi, penyimpangan pengelolaan dana, maupun praktik-praktik KKN.

7.   Penggunaan kriteria identitas
Penggunaan prinsip identitas untuk mengidentifikasi koperasi adalah suatu hal yang agak baru, dengan demikian banyak koperasiwan yang belum mengenalnya dan masih saja berpaut pada pendekatan-pendekatan esensialis maupun hukum yang lebih dahulu, yang membuatnya sulit atau bahkan tidak mungkin untuk membedakan suatu koperasi dari unit-unit  usaha lainnya seperti kemitraan, perusahaan saham atau di Indonesia dikenal dengan Perseroan Terbatas (PT).
Dengan menggunakan kriteria identitas, kita akan mampu memadukan pandangan-pandangan baru dan perkembangan-perkembangan muktahir dalam teori perusahaan ke dalam ilmu koperasi.

8.   Menghimpun kekuatan ekonomi dan kekuatan politis
Kebijaksanaan ekonomi makro cenderung tetap memberikan kesempatan lebih luas kepada usaha skala besar. Paradigma yang masih digunakan hingga saat ini menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh usaha skala besar dengan asumsi bahwa usaha tersebut akan menciptakan efek menetes ke bawah. Namun yang dihasilkan bukanlah kesejahteraan rakyat banyak melainkan keserakahan yang melahirkan kesenjangan. Dalam pembangunan, pertumbuhan memang perlu, tetapi pencapaian pertumbuhan ini hendaknya melalui pemerataan yang berkeadilan.
Pada saat ini, belum tampak adanya reformasi di bidang ekonomi lebih-lebih disektor moneter, bahkan kecenderungan yang ada adalah membangun kembali usaha konglomerat yang hancur dengan cara mengkonsentrasikan asset pada permodalan melalui program rekapitalisasi perbankan.
Dalam menghadapi situasi seperti ini, alternatif terbaik bagi usaha kecil termasuk koperasi adalah menghimpun kekuatan sendiri baik kekuatan ekonomi maupun kekuatan polotis untuk memperkuat posisi tawar dalam penentuan kebijakan perekonomian nasional. Ini bukanlah kondisi yang mustahil diwujudkan, sebab usaha kecil termasuk koperasi jumlahnya sangat banyak dan tersebar di seluruh wilayah nusantara sehingga jika disatukan akan membentuk kekuatan yang cukup besar.
Dengan ini diharapkan dapat memajukan koperasi sebagai salah satu sektor perekonomian di Indonesia. Juga diharapkan koperasi dapat bersaing di perekonomian dunia. Saya sangat mengharapkan agar koperasi di Indonesia dapat terus maju dan berkembang karena koperasi adalah salah satu badan usaha yang menyediakan fasilitas untuk masyarakat kecil dan menengah.

Sumber :

Rabu, 05 Oktober 2011

Perkembangan Koperasian Saat Ini


PENGERTIAN KOPERASI
Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu koperasi tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Sedangkan di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam rangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan koperasi di Indonesia mengalami pasang surut dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda dari waktu ke waktu.
Koperasi sendiri adalah organisasi yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama, dengan ladasan ekonomi kerakyatan yang berdasarkan kekeluargaan. Menurut UU tahun 1992, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hokum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
FUNGSI KOPERASI                                                                       
Menurut UU No.25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.
SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Beliau mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo, SDI, E. Sieburgh, dan De Wolf van Westerrede.
Titik awal perkembangan perkoperasian di Indonesia bertepatan dengan berdirinya perkumpulan “Budi Utomo” pada tahun 1908. Sebagai wujud pelaksanaan keputusan Kongres Budi Oetomo, dibentuklah koperasi konsumsi dengan nama “Toko Adil”. Sejak saat itulah arus gerakan koperasi internasional masuk mempengaruhi gereakan koperasi Indonesia, terutama melalui sendi-sendi dasar atau prinsip-prinsip Rochdale. Sendi-sendi dasar demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Pada tahun 1912, sendi dasar ini juga dipakai oleh organisasi Serikat Islam.
Pemerintah Hindia Belanda bersikap tak acuh dan apatis terhadap gejala yang tumbuh di kalangan penduduk pribumi saat itu. Bau pada tahun 1915 disadari bahaya dari pergerakan masyarakat itu. Karena khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, Belanda mengeluarkan UU no. 431 yang isinya sangat memberatkan masyarakat. Hal ini menyebabkan koperasi pada saat itu berjatuhan karena tidak mendapat izin Koperasi dari Belanda. Setelah para tokoh Indonesia mengajukan protess, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431.
Koperasi menjamur kembali hingga tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no.431 sehingga koperasi jatuh untuk kedua kalinya. Peraturan baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami kesulitan berkembang. Kesulitan pelaksanaan koperasi tidak hanya dialami Budi Utomo, melainkan dialami juga oleh pergerakan lainnya, seperti Serikat Dagang Islam (SDI).
Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan mendirikan “Kumiai”, yaitu koperasi model Jepang. Tugas Kumiai mula-mula menyalurkan barang-barang kebutuhan rakyat yang pada waktu itu sudah mulai sulit kehidupannya. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan dan menyengsarakan rakyat. Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat kepada koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan koperasi selanjutnya.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Pelopor koperasi tersebut adalah Drs. Moehammad Hatta atau Bung Hatta yang kemudian dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesi adalah dengan pola penitipan kepada program, yaitu :
·         Program pembangunan secara sektoral seperti pertanian, koperasi desa, KUD
·         Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya
·         Perusahaan baik milik Negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya
KOPERASI INDONESIA SAAT INI
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan anggota sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan data per-Desember 1998. Jumlah koperasi aktif juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14%).
Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala kecil. Satu catatan yang perlu diingat, reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegitan ekonomi melalui koperasi. Pengembangan koperasi di Indonesia digerakkan melalui dukungan kuat program pemerintah dalam waktu lama dan tidak mudah keluar dari kungkungan pengalaman tersebut.
Jika ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi pesaing usaha, terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan, disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah medapat latihan dengan mengurus dan mengelola KUD.
Posisi koperasi Indonesia pada dasaranya didominasi oleh koperasi kredit, yang menguasai antara 55% sampai 60% dari keseluruhan aset koperasi. Akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada cirri universalitas kebutuhan yang tinggi, seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama.
Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi, serta pengembagan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin kredit di daerah.

Sumber :