Pengertian Sistem Ekonomi
Setiap negara memiliki sistem ekonomi untuk menyelesaikan masalah perekonomian negaranya. Sistem ekonomi merupakan perpaduan unsur atau komponen ekonomi yang saling berhubungan dalam masyarakat sehingga membentuk satu kesatuan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam perekonomian. Komponen-komponen tersebut adalah lembaga dan segala aktivitas ekonomi yang berada di masyarakat.
Sejarah Sistem Ekonomi Indonesia
1. Masa Penjajahan
* Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) adalah sebuah perusahaan yang didirikan Belanda dengan tujuan menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Oktrooi, yang antara lain meliputi :
* Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
* Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
1. memelihara angkatan perang,
2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4. memerintah daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6. memungut pajak.
Pada kenyataannya, VOC hanya menguasai daerah penghasil rempah-rempah sebagai komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa. VOC menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan).
Dengan memonopoli rempah-rempah, VOC diharapkan menambah isi kas negri Belanda dan dengan begitu akan meningkatkan pamor serta kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a. Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro.
b. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
c. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
d. Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Kemudian VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Tetapi sebelum republik Bataaf berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.
Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang Belanda dengan menerapkan sistem Landrent (pajak tanah). Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil di Hindia Belanda karena sistem ini berhasil di India. Dengan landrent, penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli produk Inggris atau yang diimpor dari India. Ini adalah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah.
Akan tetapi, perubahan perekonomian ini sulit dilakukan, bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris. Sebab-sebabnya antara lain :
a.Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
b.Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
c.Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
* Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi sangat menguntungkan Belanda, apalagi sistem ini dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor).
Bagi masyarakat pribumi, cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, karena aturan kerja rodi masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan memicu meningkatnya taraf hidup mereka.
Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh, yang tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain :
a.Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
b.Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c.Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tetapi menambah penderitaan, terutama kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi untuk mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan digunakan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama.
Sistem sosialis adalah sistem ala bala tentara Dai Nippon dimana segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
2. Orde Lama
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi RI pada masa awal kemerdekaan amat buruk, hal ini disebabkan oleh :
- Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan ada tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
5. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948.
6. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan ini, diharapkan perekonomian akan membaik.
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut demokrasi liberal karena dalam politik maupun ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai dengan teori mazhab klasik. Pengusaha pribumi tidak bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi. Dan kenyataannya sistem ini hanya memperburuk keadaan Indonesia yang baru merdeka.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi ekonomi :
1. Gunting Syarifudin, yaitu pemotongan nilai uang untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.
2. Program benteng ( kabinet Natsir ) untuk menumbuhkan wiraswatawan pribumi dan mendorong importir pribumi agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing.
3. Bank Indonesia menjadi Bank sentral.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dengan pengusaha pribumi.
5. Pembatalan sepihak atas hasil KMB dan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Akibat keluarnya dekrit presiden 5 juli 1959, Indonesia menjalankan demokrasi terpimpin. Sistem ini diharapkan akan membawa kemakmuran dalam segala bidang. Namun, pada kenyataannya kebijakan-kebijakan pemerintah pada masa ini gagal karena :
a) Devaluasi tanggal 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin, yang dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c) Devaluasi tanggal 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
d) Tidak ada penghematan dalam pengeluaran. Banyak proyek-proyek mencusuar yang dilakukan pemerintah.
3. Orde Baru (1966-1997)
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Kebijakan ekonomi mengarah pada teori-teori keynesian yang tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Dampak positifnya, pada tahun 1984, terjadi swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi meningkat pesat. Namun, dampak negatifnya terjadi kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Pembangunan menimbulkan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi saja tanpa diimbangi kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Pembangunan nasional sangat lemah dan terjadi krisis yang menimbulkan kekacauan disegala bidang kehidupan terutama ekonomi.
4. Masa Reformasi (1998-sekarang)
Pada masa kepemimpinan BJ. Habibie belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi, karena kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik.
Pada masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid pun belum bisa menyelamatkan negara dari keterpurukan dalam bidang ekonomi. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi. Akhirnya, presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat dan kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Pada masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sudah ada realisasi berdirinya KPK tapi belum ada pelaksanaan realisasi tersebut.
Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakannya yang pertama adalah mengurangi subsidi BBM, kebijakannya yang kedua yaitu pembagian BLT untuk masyarakat miskin. Namun kenyataannya banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkannya karena pembagian yang tidak merata. Kebijakan selanjutnya untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan pada pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi sisa utang pada IMFsebesar 3,2 miliar dolar AS.
Sumber :
http://irdye07.blogspot.com/2010/11/sistem-ekonomi-indonesia.html