Rabu, 05 Oktober 2011

Perkembangan Koperasian Saat Ini


PENGERTIAN KOPERASI
Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu koperasi tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Sedangkan di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam rangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan koperasi di Indonesia mengalami pasang surut dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda dari waktu ke waktu.
Koperasi sendiri adalah organisasi yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama, dengan ladasan ekonomi kerakyatan yang berdasarkan kekeluargaan. Menurut UU tahun 1992, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hokum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
FUNGSI KOPERASI                                                                       
Menurut UU No.25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.
SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Beliau mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo, SDI, E. Sieburgh, dan De Wolf van Westerrede.
Titik awal perkembangan perkoperasian di Indonesia bertepatan dengan berdirinya perkumpulan “Budi Utomo” pada tahun 1908. Sebagai wujud pelaksanaan keputusan Kongres Budi Oetomo, dibentuklah koperasi konsumsi dengan nama “Toko Adil”. Sejak saat itulah arus gerakan koperasi internasional masuk mempengaruhi gereakan koperasi Indonesia, terutama melalui sendi-sendi dasar atau prinsip-prinsip Rochdale. Sendi-sendi dasar demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Pada tahun 1912, sendi dasar ini juga dipakai oleh organisasi Serikat Islam.
Pemerintah Hindia Belanda bersikap tak acuh dan apatis terhadap gejala yang tumbuh di kalangan penduduk pribumi saat itu. Bau pada tahun 1915 disadari bahaya dari pergerakan masyarakat itu. Karena khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, Belanda mengeluarkan UU no. 431 yang isinya sangat memberatkan masyarakat. Hal ini menyebabkan koperasi pada saat itu berjatuhan karena tidak mendapat izin Koperasi dari Belanda. Setelah para tokoh Indonesia mengajukan protess, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431.
Koperasi menjamur kembali hingga tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no.431 sehingga koperasi jatuh untuk kedua kalinya. Peraturan baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami kesulitan berkembang. Kesulitan pelaksanaan koperasi tidak hanya dialami Budi Utomo, melainkan dialami juga oleh pergerakan lainnya, seperti Serikat Dagang Islam (SDI).
Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan mendirikan “Kumiai”, yaitu koperasi model Jepang. Tugas Kumiai mula-mula menyalurkan barang-barang kebutuhan rakyat yang pada waktu itu sudah mulai sulit kehidupannya. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan dan menyengsarakan rakyat. Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat kepada koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan koperasi selanjutnya.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Pelopor koperasi tersebut adalah Drs. Moehammad Hatta atau Bung Hatta yang kemudian dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesi adalah dengan pola penitipan kepada program, yaitu :
·         Program pembangunan secara sektoral seperti pertanian, koperasi desa, KUD
·         Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya
·         Perusahaan baik milik Negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya
KOPERASI INDONESIA SAAT INI
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan anggota sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan data per-Desember 1998. Jumlah koperasi aktif juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14%).
Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala kecil. Satu catatan yang perlu diingat, reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegitan ekonomi melalui koperasi. Pengembangan koperasi di Indonesia digerakkan melalui dukungan kuat program pemerintah dalam waktu lama dan tidak mudah keluar dari kungkungan pengalaman tersebut.
Jika ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi pesaing usaha, terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan, disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah medapat latihan dengan mengurus dan mengelola KUD.
Posisi koperasi Indonesia pada dasaranya didominasi oleh koperasi kredit, yang menguasai antara 55% sampai 60% dari keseluruhan aset koperasi. Akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada cirri universalitas kebutuhan yang tinggi, seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama.
Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi, serta pengembagan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin kredit di daerah.

Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar