Jumat, 22 Juni 2012

Hukum Ekonomi Syariah

     Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah perekonomian, sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya, dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktivitasnya.
     Dari pemahaman ekonomi Islam ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi ini bukan hanya ditujukan bagi umat Islam saja. Sebab semua umat manusia bisa dan berhak untuk menggunakan konsep yang ada dalam sistem ekonomi berbasis ajaran Islam tersebut.
     Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam nampaknya  belum  begitu  familiar dengan ekonomi syariah, oleh karena itu pemerintah kini sedang gencar-gencarnya menyerukan tentang ekonomi syariah. Hukum ekonomi syariah sebagai bagian dari  hukum atau  syariah  Islam yang  berkembang di berbagai bagian dunia, termasuk di Indonesia, merupakan penggabungan antara hukum ekonomi  konvensional yang telah melalui transformasi proses Islamisasi hukum oleh para ahli ekonomi Islam ditambah dengan fiqh mu'amalat konvensional yang berakar panjang dalam sejarah Islam. Tidak mengherankan bila bidang ini masih merupakan suatu yang baru bagi negara-negara berpenduduk muslim, terutama, karena minimnya peraturan perundang-undangan negara yang mendukung dan praktek peradilan.
           Hukum materil ekonomi syariah di Indonesia pada umumnya baru tersedia  dalam bentuk fiqh para fuqaha' atau fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) secara khusus, yang sebagiannya telah menjadi Peraturan Bank Indonesia melalui upaya positivisasi fatwa. Mengisi kekosongan perudang-undangan dalam bidang ini bagi kepentingan penyelesaian sengketa di pengadilan, maka Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). KHES terdiri dari 4 Buku, masing-masing tentang Subyek Hukum dan Amwal, Akad, Zakat dan Hibah, dan Akutansi Syariah. Diharapkan pemerintah dan DPR RI dapat mengambil inisiatif di masa depan untuk mengembangkan KHES menjadi Kitab Undang-Undang Ekonomi Syariah melalui produk perundang-undangan.
     Dalam bidang ekonomi syariah juga telah terbit perundang-undangan tentang Perbankan Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara yang mengisyaratkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum materil ekonomi syariah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tentang Surat Berharga Syariah Negara menyatakan bahwa: "Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan  prinsip syariah, sebagai alat bukti bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah, maupun valuta asing."
     Sementara itu, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa: "Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya." Pasal 2 menjelaskan bahwa "Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian."
     Pasal 1 ayat (12) menjelaskan: "Prinsip  Syariah  adalah  prinsip  hukum  Islam  dalam kegiatan  perbankan  berdasarkan  fatwa  yang   dikeluarkan oleh lembaga yang  memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang  syariah."
     Pasal 26 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan: "(1)  Kegiatan  usaha  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  19, Pasal  20,  dan  Pasal  21  dan/atau  produk  dan  jasa  syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah.  (2)   Prinsip  Syariah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) difatwakan oleh Majelis Ulama  Indonesia. (3)  Fatwa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dituangkan. dalam Peraturan Bank  Indonesia."
     Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa "Bank Syariah atau UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat."
     Pasal 4 ayat (3) menyatakan bahwa: "Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif)."
     Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum yang hidup di negeri ini dengan didukung oleh masyarakat melalui para pelaku ekonomi, lembaga-lembaga keuangan, pendidikan, keulamaan, peradilan dan penyelesaian sengketa alternatif dan lain-lain. Gejala ini juga menunjukkan penyerapan lembaga-lembaga masyarakat terhadap syariat Islam sebagai tuntunan hukum mereka, walaupun peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syariat masih sangat terbatas dan di pihak lain meunjukkan kelambanan legislator Indonesia dalam mengantisipasi keinginan dan kebutuhan masyarakat.
     Peraturan perundang-undangan yang terbatas sebenarnya tidak menjadi hambatan besar bagi hakim Peradilan Agama dalam memutus sengketa ekonomi syariah yang diajukan kepada mereka, mengingat hakim muslim sejak dahulu selalu memutus perkara berdasarkan syariat Islam sebagai ius constitum bagi dunia Islam. Dengan praktek hukum ekonomi syariah paling tidak sebagian besar fiqh mu'amalat telah menjadi hukum Indonesia.

Sumber :
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar