Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah perekonomian, sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya, dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktivitasnya.
Dari pemahaman ekonomi Islam ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi ini bukan hanya ditujukan bagi umat Islam saja. Sebab semua umat manusia bisa dan berhak untuk menggunakan konsep yang ada dalam sistem ekonomi berbasis ajaran Islam tersebut.
Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam nampaknya belum
begitu familiar dengan ekonomi syariah, oleh karena itu pemerintah kini
sedang gencar-gencarnya menyerukan tentang ekonomi syariah. Hukum ekonomi syariah sebagai bagian dari hukum atau syariah Islam
yang berkembang di berbagai bagian dunia, termasuk di Indonesia,
merupakan penggabungan antara hukum ekonomi konvensional yang telah
melalui transformasi proses Islamisasi hukum oleh para ahli ekonomi
Islam ditambah dengan fiqh mu'amalat konvensional yang berakar panjang
dalam sejarah Islam. Tidak mengherankan bila bidang ini masih merupakan
suatu yang baru bagi negara-negara berpenduduk muslim, terutama, karena
minimnya peraturan perundang-undangan negara yang mendukung dan praktek
peradilan.
Hukum materil ekonomi syariah di Indonesia pada umumnya baru
tersedia dalam bentuk fiqh para fuqaha' atau fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) secara khusus, yang
sebagiannya telah menjadi Peraturan Bank Indonesia melalui upaya
positivisasi fatwa. Mengisi kekosongan perudang-undangan dalam bidang
ini bagi kepentingan penyelesaian sengketa di pengadilan, maka Mahkamah
Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008
tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). KHES terdiri dari 4
Buku, masing-masing tentang Subyek Hukum dan Amwal, Akad, Zakat dan
Hibah, dan Akutansi Syariah. Diharapkan pemerintah dan DPR RI dapat
mengambil inisiatif di masa depan untuk mengembangkan KHES menjadi Kitab
Undang-Undang Ekonomi Syariah melalui produk perundang-undangan.
Dalam bidang ekonomi syariah juga telah terbit perundang-undangan
tentang Perbankan Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara yang
mengisyaratkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum materil ekonomi
syariah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tentang Surat Berharga Syariah
Negara menyatakan bahwa: "Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya
disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai alat bukti
bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah,
maupun valuta asing."
Sementara itu, Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa: "Perbankan syariah
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya." Pasal 2 menjelaskan bahwa
"Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip
Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian."
Pasal
1 ayat (12) menjelaskan: "Prinsip Syariah adalah prinsip hukum
Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah."
Pasal 26 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan: "(1)
Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20,
dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk
kepada Prinsip Syariah. (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. (3) Fatwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan. dalam Peraturan
Bank Indonesia."
Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa "Bank
Syariah atau UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga
baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat."
Pasal 4 ayat (3) menyatakan bahwa: "Bank
Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf
uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakif)."
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan
hukum atau syariat Islam sebagai hukum yang hidup di negeri ini dengan
didukung oleh masyarakat melalui para pelaku ekonomi, lembaga-lembaga
keuangan, pendidikan, keulamaan, peradilan dan penyelesaian sengketa
alternatif dan lain-lain. Gejala ini juga menunjukkan penyerapan
lembaga-lembaga masyarakat terhadap syariat Islam sebagai tuntunan hukum
mereka, walaupun peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi
syariat masih sangat terbatas dan di pihak lain meunjukkan kelambanan
legislator Indonesia dalam mengantisipasi keinginan dan kebutuhan
masyarakat.
Peraturan perundang-undangan yang terbatas sebenarnya tidak menjadi
hambatan besar bagi hakim Peradilan Agama dalam memutus sengketa ekonomi
syariah yang diajukan kepada mereka, mengingat hakim muslim sejak
dahulu selalu memutus perkara berdasarkan syariat Islam sebagai ius
constitum bagi dunia Islam. Dengan praktek hukum ekonomi syariah paling
tidak sebagian besar fiqh mu'amalat telah menjadi hukum Indonesia.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar